AKU MENJADI SANTRI


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Allahuma Shalli 'ala saidina Muhammad Wa'ala ali Muhammad.


Santri?   
Apa yang ada dibenak lo denger kata santri? Dia adalah orang yang mengabdi kepada kyai, ngalap berkah, menimba ilmu agama di pondok pesantren. Hehe itu pengertian menurutku, bisa dijabarkan lagi. Awalnya aku gak percaya bisa jadi santri. Dan tak pernah berpikir kalo aku pada akhirnya menjadi santri. Padahal ada keinginan jadi santri sejak dulu kala ketika masih SMA. Karena aku dengar temenku waktu masih MI dia sudah hafidzah “Subhanallah”. Perjuangan sekali itu lho bisa khatamin qur’an. Sebab itu, dulu dari mulutku pernah keluar “Ah, jadi pengen mondok”. Dan Allah mewujudkan keinginanku itu dengan mengujiku dulu dengan berbagai ujian hidup. Dari mulai nilai ujian nasionalku tidak memuaskan, gagal masuk PTN lewat SNMPTN, gagal lagi di SBMPTN, terlantar di Malang ketika ujian wawancara masuk PTS, hingga pada akhirnya aku diberi 2 pilihan yang sulit ketika itu aku diterima lewat jalur mandiri di dua perguruan tinggi yaitu negeri dan swasta. Dan pada akhirnya ayah lebih menyakinkan diriku untuk memilih jurusan di perguruan tinggi negeri. Dari kecil aku menyakini bahwa pilihan orangtuaku kepadaku adalah pilihan terbaik. Dan aku yakin ke depannya pasti akan baik untuk diriku dan orang-orang disekitarku.
Tahukah kamu? Kita jangan pernah menyepelakan doa kecil kita, sekalipun doa paling mustahil menurut kita. Karena Allah mendengarnya, dan Allah sesuai prasangka hamba-Nya. Bisa jadi perkataan yang menjadi doa kita saat itu diluncurkan ke langit, seribu malaikat mengaamiini dan Allah mulai menyusun skenarionya. Kita takkan pernah tahu bagaimana skenarionya dan kapan eksekusinya. Yang perlu kita tahu adalah, kita tunggu saja hingga pada akhirnya kita terpana dengan doa kecil kita yang tiba-tiba di depan mata. Kutipan dari tulisan mbak Rizka Ayu Damayanti.
Back to ‘Santri’
Ciyee yang sekarang jadi santri, alhamdulillah. Bukan bermaksud sombong meski sekarang sudah jadi santri. Namun, aku masih banyak belajar untuk menjadi santri. Aku ingin berbagi cerita awal aku masuk pondok..
Dulu sekali, masih teringat dan terbesit keinginan menimba ilmu di pondok. Ketika awal masuk SMA aku pernah mau dipondokkan oleh ayah, namun apa daya, aku belum memahami apa hakikat mondok, yaitu menata niat. Pikiranku selalu dipenuhi negative thinking. Aku jauh dari orangtua, pulangnya gimana, jarang pulang, rindu orangtua. Apa-apalah alasannya pasti tidak ingin berpisah dengan orangtua. Ya, aku tipe orang yang manja. Aku adalah anak rumahan yang selalu bergantung pada orangtua. Dikatakan belum bisa mandiri lah. Meski sudah masuk SMA di kecamatan sebelah, tetep saja, aku merasa belum bisa mandiri. Tapi seiring berjalannya waktu, rasa mandiriku mulai tumbuh, dan Allah kembali membuka niatku dan memantapkan aku untuk menimba  ilmu agama di pondok.
14 Agustus 2016 awal aku masuk pondok pesantren Durrotu Aswaja Banaran Gunung pati Semarang, tahu lah kenapa aku mondok disana, karena aku kuliah di unnes. Dan hampir 97% santri aswaja adalah mahasiswa unnes. Pukul 06.30 aku beserta keluarga dan mas najib sopir charteran mobil berangkat dari rumahku. Otw menuju pondok pesantrennya tiba-tiba aku mabuk darat, aneh memang. Aku hampir sudah tidak pernah mabuk ketika bepergian. Mungkin karena masuk angin, soalnya kaca jendela mobil dibiarkan terbuka.
Tentang letak pondoknya saat itu ayah belum tahu, apalagi aku. Kami sempat muter2 ambil jalan menuju pondok. Tapi akhirnya pun sampai pukul 11.00. Tibaku pertama kali di pondok terdengar sayup2 penerbang adduroti pondok pesantren Durrotu Aswaja menyambut kami. Rasanya itu adem. Itu kesan pertama kali aku melihat sekilas visual dari pondokku. Tempat perasinganku. Lalu, kami sekeluarga sowan di ndalem dan bertemu pengasuh pondok yaitu Kyai Agus. Beliau adalah menantu dari abah kami. Abah memiliki 3 anak. Dan semuanya perempuan. Mereka adalah Ustadzah Ndzir, Ning Yani dan Ning Millah. Abah kami sudah tiada sebelum aku mengenalnya. Abah kami bernama Kyai Masrochan. Beliau meninggal pada tanggal 10 maret 2016. Belum lama dihitung dari aku masuk pondok. Beliau adalah pendiri pondok tercintaku ini. Dan Umiku bernama Bu Nyai Muchaeroh. Umi yang sangat ku cintai. Ibuku ketika aku berada di pondok pesantren.
Lumayan waktu yang dihabiskan ayahku berbincang2 dg Kyai Agus, sedangkan aku bertemu dengan mbak Afi, dia adalah alumni Smanela. Murid dari ayahku. Dan ayahku memintanya untuk membimbingku. Mbak Afi lah yang pertama kali mengajariku menata baju dan barang2 agar muat di lemari yang sempit.
Setelah itu adalah momen yang paling menyedihkan dan mengharukan. Orangtuaku harus melepaskan aku tinggal di pondok, bersama keluarga baruku. Aku sampai harus menahan tangisku agar tidak terlihat cengeng di depan keluargaku.
Namun, sebelum keluargaku pulang, aku diantar ibu dan mbak-mbak pondok melihat kamar. Pertama kali berjalan menuju kamar, aku sedikit terkejut. Why? Aku belum pernah sama sekali masuk ke dalam pondok, aku hanya tahu luarnya saja. Namanya juga anak pondok kalo gak berantakan, sumpek, sumuk, tapi jangan ditanya berkahnya. Alasan aku masuk pondok juga karena ingin mendapat berkahnya di kehidupan sehari-hari dan di masa yg mendatang. Dan selama setahun lebih mondok, alhamdulillah aku merasakannya. Apapun yang aku dapat akan selalu ku syukuri.
Pengalaman baru yang ku dapat di pondok. Sampai di pondok siang hari, di hari itu juga aku sholat dhuhur munfarid namun tiba2 menjadi jamaah karena ada mbak2 yang menepuk pundakku dari belakang. Siang itu aku lapar sekali, tapi untung saja, ada mbak2 yg pada saat itu belum aku tahu namanya membuat mie senampan, dan makan bareng2 dinampan itu juga. Pertama kalinya aku makan bareng2 bersama orang lain, biasanya cuma sendirian, ato gak makan bareng sama keluarga. Pada malam tgl 17 agustus perayaan hari kemerdekaan indonesia yang diadakan RT, mengundang turut serta santri aswaja, dan disana pula aku kembali makan2 bareng setampah. Istilahnya adalah mayoran. Kesan pertama makan bareng itu jijik, kan punya nya orang juga kita makan. Tapi aku mulai mengerti, kebersamaan seperti itu lah yang akan terkenang. Mengaji, makan dan tidur bersama. Bahkan harus merasakan bau kentut bersama hehe 😂
Ketika rindu melanda akan keluarga dan rumah, teman pondoklah yang akan menjadi pelipur rasa rindu tersebut. Tertawa bersama, suka bully tapi gamau dibully, malaikat penolong dikala kesusahan, temen curhat, temen bercanda, suka nyebelin tapi ngangenin. Kalo pulang ke kampung halaman suka ditungguin karena mengharapkan akan kehadiran makanan 😂
Rela kena takzir gara2 lalai dan suka tidur sembarangan. Begitulah sekilas awal kehidupanku di pondok pesantren. Tetapi disini, aku belajar arti kebersamaan, berbagi cerita dan pengalaman serta berbagi ilmu. So, masih ingin tahu kisahku yang lain? dan masih banyak keseruan2 lain mengenai kehidupan kuliah dan mondokku. Sekian.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Komentar

  1. Barakallaahu adekku... waduh manggil adek hehehe... semoga tulisan-tulisanmu memotivasi banyak orang ya dek... menjadi santri? hmm sepertinya aku sedang butuh banyak membaca motivasi tentang menjadi santri seperti ini. Jazakillaahu khair cantik :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIATAS SAJADAH CINTA

Perjuangan itu Belum Berakhir!